Revitalisasi Pancasila Sebagai Upaya
Menanggulangi Kenakalan Remaja
(Setudi Kasus Terhadap Kenakalan Remaja Yang Berupa Tawuran Pelajar)
Abstrak
Hal yang paling
mendasar dalam zaman global ini ialah masalah nilai. Nilai sekarang sedang
mengglobal. Setiap Negara, setiap kelompok, bahkan setiap orang ingin dimana
saja dan kapan saja ingin menganut nilai-niai yang diyakininya benar. Namun
terdapat permasalahan dalam budaya yang global ini nilai manakah yang pantas
dianut oleh bangsa Indonesia.
Kebudayaan barat
yang dikembangkan dari faham filsafat humanisme yang mengatakan bahwa manusia
dapat mengatur dirinya dan alam serta rasionalisme dalam operasionalnya yang
menggunakan rasio yang berupa akal yang bekerja secara logis diklaim sebuah
pemikiran yang mulai dianut dibangsa kita ini. Dalam faham ini terselip secara implisit
pengertian bahwa tuhan tidak perlu ikut campur tangan dalam mengatur manusia
dan alam
Paham ini tidak
sejalan dengan paham yang dianut oleh bangsa Indonesia yang membentuk
kebudayaannya yang didasarkan terhadap nilai-nilai pancasila yang mempunyai
core nilainya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga dengan masuknya paham
humanisme yang operasionalnya menggunakan rasionalisme telah sedikit banyak
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan dinegara Indonesia dan mengikis nilai-nilai
luhur Pancasila.
Paham humanisme
dengan operasionalnya secara rasionalisme telah masuk kedunia pendidikan,
sehingga dalam dunia pendidikan ada pendikotomian keilmuan, dalam dunia
pendidikan menganggap hal yang terpenting adalah yang rasionalitas menurut
akalanya semata, dan ini mengakibatkan lunturnya nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila yang mengamanatkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Implikasi dari
pandangan ini adalah terjadinya degradasi moral dan hilangnnya nilai-nilai yang
yang terkandung dalam Pancasila yang berakibat terhadap tingkah laku anak didik
yang tidak didasarkan dan berlandaskan pancasila sebagai nilai yang dianutnya, sudah
barang tentu ini salah satu alasan kenapa tawuran antar pelajar akhir-akhir ini
marak terjadi dinegara kita. Paham humanisme yang mengikis nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila diklaim sebagai salah satu penyebab tawuran pelajar
itu. Sehingga dirasa sangat perlu untuk merevitalisasi nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan
merivitalisasi nilai-nilai pancasila ini diharapkan akan membentuk karakter
bangsa yang sesuai dengan pancasila. Sehingga dengan tertanamkannya nilai-nilai
Pancasila ini maka para pelajar yang dalam bersikap, bertindak, dan bertingkah
lakunya harus dapat mempunyai tolak ukur serta dikontrol oleh etika yang bedasarkan
nilai-nilai pancasila yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila hal
ini terjadi maka degradasi moral dan kenakalan remaja berupa tawuran akan
dihilangkan dari kebudayaan jelek bangsa kita ini
Latar Belakang
Masalah
Degradasi moral di
Indonesia hari kehari semakin marak terjadi, seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan
obat-obatan terlarang, sexs bebas, pengrusakan asset Negara, dan yang paling
hangat terjadi dinegara kita adalah maraknya tawuran antar pelajar, yang
alih-alih tugas mereka adalah belajar, tetapi malah terjadi kenakalan-kenakalan
dilingkungannya, katakana saja sebagai contoh tawuran, hal ini terjadi bukan
lagi sebagai bentuk tawuran tetapi lebih dari itu mereka sudah mengarah
ketindakan pidana dan kekerasan. Karena disamping dia tawuran mereka mengarah
kepada pembunuhan, jelas sekali ini melanggar hukum.
Kita merasa seolah-olah arus dekadensi moral itu
merupakan wabah penyakit yang serentak
menyerang korbannya dimana-mana, dan yang paling parah adalah anak dan
remaja yang seakan-akan kebingungan dalam melihat sosok pigur moral yang baik
yang patut ia contoh. Patutlah kiranya masalah moral itu menjadi objek kajian
yang secara mendalam dan dicarikan solusi dan penanggulangannya secara tepat
dan secepat mungkin.
Masalah moral merupakan suatu masalah yang menjadi
perhatian semua orang, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun didalam
masyarakan yang masih terbelakang. Usaha
untuk menanggulangi kemerosotan moral itu telah banyak dilakukukan, baik oleh
lembaga keagamaan, pendidikan, sosial dan intansi pemerintah. Namun sampai saat
ini usaha-usaha yang dilakukukan itu belum nampak hasil secara signifikan.
Daradjat (1971: 26)
Sampai sekarang kritik terhadap pendidikan muncul antara
lain karena orientasi yang lemah terhadap tumbuh kembangnnya nilai-nilai hakiki
kemanusiaan, baik dalam pengelolaan, pengembangan kurikulum sekolah,
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan pengujian pendidikan, dan sejenisnya.
Terjadi dikotomisasi dalam rancangan pendidikan yang memisahkan secara tegas
antara pendidikan intelektual disuatu pihak, dengan pendidikan nilai.
Terjadinya krisis moral dan karakter dikalangan peserta
didik, lulusan, pendidik, bahkan pengelola pendidikan. Krisis moral dan karater
ini terjadi baik pada tingkatan individual sesuai dengan peran dan pungsinya
masing-masing, maupun koletif yang tercermin dalam institusi pendidikan, baik
pendidikan tingkat makro sampai pada satuan pendidikan. Suryadi dalam Dasim
Budimansyah (2011:120).
Tujuan pendidikan sama dengan gambaran manusia terbaik
meuurut orang tertentu. Bila pandangan hidupnya berupa agama, maka manusia yang
baik itu adalah manusia yang baik menurut agamanya. Bila pandangan hidupnya
sesuatu madzhab filsafat, maka manusia yang itu adalah manusia yang baik
menurut filsafatnya itu, bila pandangan hidupnya berupa warisan nilai dari
nenek moyang, maka manusia yang baik itu adalah manusia yang baik menurut
pandangan nenek moyangnya itu.
Idealnya lembaga pendidikan selalu berupaya menghasilkan
lulusan yang berakhlak yang baik dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan
bangsa, tetapi tidak dipungkiri bahwa terjadi kenakalan-kenakalan remaja
dilingkungan kita, sebagai contoh adalah tawuran, hal ini banyak menyita
perhatian para pengamat pendidikan, mereka saling bertanya sebenarnya ada apa
yang salah dalam sistem pendidikan dinegara kita ini?, pada hakikatnya
anak-anak usia remaja dimasukan dalam lembaga pendidikan formal supaya dapat
menjadikannya bermoral dan berakhlak yang baik sesuai dengan yang diamanatkan
dalam UUSPN taun 2003 “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” .
Mungkin kiranya tidak pantas kita mengatakan pendidikan
kita gagal, karna telah banyak mencetak generasi bangsa yang brutal, tetapi
kita katakan bahwa sebenarnya pendidikan di Indonesia masih belum berhasil
menjadikan hasil lulusannya seperti yang diharapkan UUSPN taun 2003 tadi,
dikatakan belum berhasil karena ada fenomena yang terjadi dilapangan malah
kontradiktif dengan yang disyaratkan dalam undang-undang itu.
Masalah Penelitian
Terjadinya kemorosotan moral yang terjadi di bangsa
Indonesia khususnya masalah remaja ini sedikit banyak dilatarbelakangi oleh
pandangan dan landasan Negara yang membentuk karakter dan keperibadian pribadi
bangsanya. Kenakalan remaja seperti tawuran yang marak belakangan ini salah
satu faktornya disebabkan oleh pandangan hidup yang mendasari mereka yang
kurang tepat, pandangan hidup yang dibentuk oleh rasionalisme mengakibatkan
pola pemikiran yang rasional tetapi melupakan hakekat nilai yang lebih penting dari
itu semua yaitu agama dan dalam agama itu telah ada aturan-aturan yang dibuat
oleh Tuhan.
Pola pikir yang rasionalisme itu muncul dari paham
humanisme, paham humanisme adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa manusia
mampu mengatur dirinya dan alam, disini terselip secara implisit pengertian
bahwa tuhan tidak perlu ikut campur tangan dalam mengatur manusia dan alam.
Rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran diperoleh dan
diukur dengan rasio dalam pengertian yang sederhana rasio ialah akal yang
bekerja secara logis, dan rasio ini kata Khan disebut juga dengan hukum alam.
Dalam operasionalnya untuk mengatur manusia dan alam rasionalisme itu
menggunakan paham Positivis, paham ini mengatakan bahwa kebenaran ditentukan
oleh rasio dan dibantu bukti empiris, paham ini yang akhirnya memunculkan
metode ilmiyah, dan selanjutnya metode ilmiah ini menghasilan metode riset, nah
metode riset inilah yang menghasilakan aturan untuk mengatur manusia dan alam.
Tentu kita setuju bahwa pendidikan merupakan faktor
utama yang akan membentuk dan menentukan waktak bangsa. Sementara itu disadari
bahwa watak bangsa dapat menentukan kualitas bangsa dalam menyelesaikan masalah
kebangsaanya. Maka kiranya pendidikan yang baik harus berlandaskan dan
berdasarkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan ini tertuang
dalam Pancasila sebagai dasar dan pedoman bangsa dalam menentukan arah
pendidikan bangsa.
Nilai-nilai dalam Pancasila itu harus bisa menjiwai dan
melandasi nilai-nilai pendidikan yang akan diterapkan di sekolah-sekolah yang
akan menghasilkan manusia yang terdidik sesuai dengan yang diamanatkan UUSPN,
maka kiranya perlu untuk dilakukan revitalisasi pendidikan yang berdasarkan
pancasila dalam segala asfek dan mata pelajaranya. Sehingga diharapkan dengan
adanya revitalisasi pancasila ini akan didapatkan pendidikan yang holistik yang
menyatukan antara nilai-nilai rasionalitas dan nilai-nilai ketuhanan, maka
diharapkan dengan adanya pola piker yang holistik tersebut nilai-nilai
pancasila dapat tertanamkan dalam diri manusia-manusia terdidik sehingga dengan
adanya revitalisasi tersebut kenakalan remaja seperti tawuran yang marak
belakangan ini dapat teratasi.
Pertanyaan Penelitian
Apakah cukup relepan apabila humanisme yang
mengedepankan rasio dan bukti empiris semata dijadikan pembentuk kebudayaan
bangsa kita? lantas apa yang pantas untuk dijadikan dan menjadi pegangan hidup
bangsa kita? mungkinkah revitalisasi pancasila dapat menanamkan nilai-nilai
dalam membentuk karakter bangsa dijadikan sebagai landasan dalam kehidupan
bernegara dan dapat mengurangi kenakalan remaja berupa tawuran?
Tujuan Penelitian
Mengetahui kelemahan-kelemahan rasio dalam membangun
peradaban dan pola piker bangsa kita, serta mencari solusi dalam menetapkan
pandangan dan yang membentuk budaya bangsa kita, sehingga warna pendidikan di
Negara kita menuju kearah yang lebih baik dengan menanamkan nilai-nilai yang
menjadi warna dan falsafah negara, sehingga kenakalan pelajar yang berupa
tawuran dapat dikurangi bahkan kalau bisa dapat dihilangkan.
Signifikansi Penelitian (Teoritis dan
Praktis)
Signifikansi Teoritis
Mungkin
degradasi bangsa ini salah satunya dikarenakan ada nilai-nilai yang luntur
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini, dahulu nilai-nilai dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa sangat erat melekat dengan didasarkan dengan budaya
pancasila yang mengakar dalam dirinya, tetapi dengan seiring bertambahnya waktu
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu mulai luntur dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, salah satu hal yang menyebabkan ini terjadi adalah
dikarenakan pola pikir yang dibentuk bangsa Indonesia lebih menekankan kepada
materialistik, rasionalis, empiris, dan hedonis dalam hidup, dengan
mengesampingkan nilai-nilai luhur yang termuat dalam pancasila, banyak orang
menghalalkan segala macam cara untuk dapat mencapai keinginannya itu.
Pola pikir yang
demikian itu tidak serta merta terjadi dalam bangsa kita ini, tentu ada sebuah
budaya yang diadopsi dari budaya bangsa lain yang dalam pengaflikasiannya tidak
tepat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di bangsa Indonesia ini. Faham
humanisme merupakan salah satu penyebab budaya bangsa kita yang mulai mengkikis
nilai-nilai luhur yang termuat dalam pancasila, didalam humanisme tersirat
pemikiran bahwa kebenaran diperoleh dan diukur dengan rasio, dalam pengertian
sederhana rasio ialah akal yang bekerja secara logis, Tafsir (2008 : 56).
Signifikansi
Praktis
Mungkinkah
pancasila dijadikan sumber dalam menghasilkan kebudayaan seperti yang
diinginkan banyak orang di Negara kita ini?pertanyaan mendasar ini akan
mendasari pula bentuk kebudayaan dan kehidupan yang akan dihasilkan dari cara
pandang sebuah bangsa dalam kehidupan sehari-harinya yang dimulai dari
filosofis bangsa dalam menentukan arah hidupnya. Sangat mendasar dan sangat
penting juga pancasila dijadikan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
karna menentukan warna bangsa Indonesia sekarang dan masa depan, akan
menentukan sumber pengembangan kebudayaan, juga menentukan warna kebudayaan
yang akan dikembangkan itu. Maka sudah selayaknya nilai-nilai bangsa yang
luntur ini segera dibenahi dengan cara merevitalisasi nilai-nilai yang terdapat
dalam pancasila.
Sehingga hasil
penelitian ini diharapkan akan dapat membantu dalam menentukan arah serta
ideologi Negara yang mulai luntur dikarenakan beredar dan masuknya faham-faham
humanisme dalam membentuk budaya bangsa kita.
METODOLOGI PENELITIAN
Paradigma Penelitian
Pancasila
merupakan pedoman bangsa yang bersumber kepada Ketuhanan Yang Maha Esa yang
dijadikan ideologi dan pandangan hidup bangasa kita ini, tetapi dalam kehidupan
yang terjadi tidak dapat dipungkiri bahwa faham Humanisme sedikit banyak
membentuk peradaban dalam budaya bangsa kita ini. Dalam humanisme dikatakan
bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan
alam, akal menjadi ukuran tentang kebenaran dan rasionalisme merupakan metode
yang digunakan dalam pendidikan di Negara kita ini, Tafsir (2008:56). Disini
tersirat bahwa tuhan tidak perlu ikut campur tangan dalam mengatur manusia dan
alam.
Tentu pandangan
ini berbenturan dengan ideologi bangsa kita yang dibangun dan didasari oleh
pancasila sebagai budaya bangsa yang dalam implementasinya berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, tentu dengan pola pandang yang rasionalisme itu
sedikit banyak nilai-nilai ketuhanan yang terdapat dalam pancasila akan luntur,
sehingga terjadi degaradasi moral dibangsa kita yang salah satunya berupa
tawuran antar pelajar. Ini mau tidak mau dikarenakan karena dalam pembelajaran
disekolah-sekolah formal lebih mengendepankan berpikir rasionalisme dengan
tidak melibatkan tuhan didalam kehidupannya, sehingga didapatlah kecerdasan
manusia, karena yang diberikan suflement hanya otaknya semata bukan
menghasilakan manusia yang cerdas, dan dihasilkan keterampilan manusia tetapi
tidak melahirkan manusia terampil. Pendidikan disekolah diberikan hanya
menyentuh aspek-aspek empirik semata dan tentu ini jauh dari nilai-nilai yang hendak
diamanahkan oleh pancasila ya itu pola berkehidupan yang berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Teori Dan Konsep
Suryadi
(2011:119) mengatakan bahwa dalam dasawarsa terkhir menunjukan bahwa
pelaksanaan pembangunan nasional terlalu banyak berorientasi pada tujuan yang
pragmatis yaitu kebutuhan untuk pemuasan material. Pola pemikiran yang
pragmatis ini telah merambah pada pembangunan berbagai sektor termasuk sektor
ekonomi, bahkan pendidikan yang semata-mata hanya ditujukan untuk kepentingan
kepuasaan material yang berjangka pendek.
Tugas utama
pendidikan seyogyanya ialah menanamkan nilai-nilai, dan nilai itu merupakan isi
kebudayaan, tentu langkah pertamanya adalah memilih kebudayaan mana yang harus
ditanamkan. Bila kita memilih kebudayaan tentu kita harus menilai kebudayaan.
Alih-alih sekolah menjadi lembaga untuk menanamkan nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila tetapi yang tejadi malah ada kenakalan-kenakalan yang dilakukan
intelktual muda yang notabene mereka dibina, dibentuk, di didik, diarahkan untuk
menjadi manusia yang berguna buat bangsa dan Negara, yang terjadi malah
sebaliknya, kenyataan sekarang terlihat kenakalan remaja yang berupa tawuran
antar pelajar, dahulu mungkin para pelajar (baik itu smp, sma, maupun
mahasiswa) mengatakan kepada orang-orang yang tawuran itu dengan mebuat jargon
“ngapain kalian tawuran kaya abang becak saja” (bukan bermaksud melecehkan
profesi tukang becak), tetapi sekarang jargon itu berbalik, tukang becak bilang
sama kawannya, “mengapa kalian tawuran kaya mahasiswa aja”.
Sungguh miris
memang ketika nilai-nilai luhur bangsa kita telah terkikis dalam kehidupan ini,
yang semula pancasila dijadikan pandangan hidup dalam mengatur kehidupan ini
tetapi sekarang kenyataannya degradasi itu terjadi. Dahulu orang mengatakan “Ketuhanan Yang Maha Esa” tetapi sekarang
banyak selentingan orang yang menyatakan “Keuangan
yang maka kuasa”. Sungguh ironi memang segala sesuatu sekarang diukur
dengan dunia materialsis yang melahirkan hedonis dalam hidupnya. Tentu praktek
budaya-budaya yang demikian ini disebabkan lunturnya nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila, sehingga hari kehari degradasi itu semakin nyata
terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini.
Konsep pancasila
harus mampu menjadi landasan dalam berpikir, serta nilai moralnya dapat meresap
dalam kalbu peserta didik sebagai perbekalan. Tatanan/system nilai diri, dan
mantap mempribadi menjadi system keyakinan, sehingga akan menjadi pola piker
dalam valuing (menilai sesuatu). Dari
pola pikir yang demikian inilah akan melahirkan kesiapan diri (seting) untuk berperilaku (Behaving) sesuai dengan konsep dan nilai
moral yang di emban oleh nilai-nilai pancasila sihingga tampak sosok manusia
yang bermoral pancasila. Sehingga dengan ditanamkan konsep nilai norma-norma
pancasila tersebut akan mejadikan dan membentuk jati diri peserta didik
yangsesuai dengan norma dan konsep yang diemban oleh pancasila Darmadi (2009:36)
Pembinaan
peserta didik secara terus menerus untuk dapat memahami dan ikut serta dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara secara baik dan benar serta mampu menghadapi
dan memecahkan masalah yang dihadapi diri berlandaskan nilai-nilai pancasila.
Bukan menyelesaikan maslah diri dengan kekerasan dan tindakan kriminalitas.
Pancasila bukan hanya menjadi bekal dan pengetahuan atau keyakinan diri semata,
melainkan ditampilkan dan diupayakan terlaksana serta terwujudkan dalam
kehidupannya. Pancasila yang sudah mempribadi bagi dirinya menjadi barometer
dan tonggak-tonggak acuan hidup sehigga menjadi norma pengarah dan pengendali,
dengan demikian pancasila terwujud menjadi dasar ideology dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Permasalahan
tersebut muncul dan bermula dari kiprah pendidikan nasional yang cenderung
lebih menonjolakan dimensi teknisnya yang lebih banyak ketimbang aspek
kemanusiaannya. Permasalahan tersebut disebabkan oleh mutu pendidikan yang
sampai saat ini belum mampu menghasilkan manusia terdidik sebagai sumber
penggerak (driving force) pembangunan
masyarakat menuju kedewasaan. Keluaran pendidikan sering menjadi beban
masyarakat atau pemerintah untuk memenuhi kebutuhan mereka akan pelayanan
sosial yang lain. Mereka lulus dan muncul sebagai warga Negara baru yang tidak
mampu menawarkan solusi justru sebaliknya mereka menjadi sumber kegelisahan masyarakat.
Masalah ini
telah berlangsung sejak orde baru, pemerintah telah berupaya menangani
permasalahan moral dan karakter dengan berbagai cara, seperti dengan mengadakan
pelatihan P4, pendidikan kepribadian, pendidikan moral pancasila dalam kurikulum
sekolah dan sebagainya. Namun degradasi moral makin marak akhir-akhir ini
karena program pendidikan belaum berdampak positif terhadap pembentukan
karakter.
Ketika kita
mendidik seseorang, sering kali yang kita didik adalah otak atau akalnya tetapi
belum tentu kita mendidik manusianya seringkali kita mendidik tangannya atau
keterampilan fisik, tetapi belum tentu kita mendidik manusianya, karenannya
pendidikan yang kita lakukan itu tidak menghasilkan manusia, tetapi pendidikan
yang kita lakukan itu hanya menghasilkan kecerdasan manusia yang belum tentu
manusia yang cerdas, pendidikan yang kita lakukan hanya menghasilakn
keterampilan manusia. Yang belum tentu manusia yang terampil, Tafsir (2008:
27).
METODE
PENELITIAN
Jenis
Penelitian
Dalam penelitian
ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan serta melukiskan fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan
mendeskripsikan masalah tersebut dengan melakukan studi kepustakaan dan
literature serta jurnal untuk mencari dan menggali masalah yang penulis
sajikan.
Teknik
Analisis
Dalam penelitian
ini teknik analisis yang penulis lakukan adalah dengan mengumpulkan sumber dan
jurnal mengenai degaradasi moral yang berupa tawuran remaja yang kemudian
dilihat sebab awalnya serta dihubungkan dengan filosopis bangsa kita yaitu
pancasila, ternyata ditemukan bahwa salh satu penyebab terjadinya dekadensi
moral tersebut adalah luturnya nilai-nilai falsafah hidup bangsa kita yang
dikarenakan munculnya paham humanime dalam kehidupan bangsa kita ini.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi dokumentasi dan
analisis masalah yang terjadi pada saat ini yang marak terjadi yaitu tawuran
pelajar yang disebabkan lunturnya nilai-nilai luhur pancasila
Unit
Analisis
Unit analisis
dalam penelitian ini adalah kenakalan remaja yang berupa tawuran antar pelajar
yang kerap terjadi belakangan ini, yang berupaya mencari sebab serta solusi
untuk menanggulangi kenakalan remaja tersebut dengan merevitalisasi nilai-nilai
pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
INTERPRETASI
DATA/ANALISIS DATA
Dalam konteks
ini yang menjadi revitalisasi bukan pancasila, pancasila sangat kokoh karena
bersumber dari nilai-nilai teologis ketuhanan yang maha yang bersumber dari
agama. Pancasila memiliki kekokohan nilai karena bersumber dari agama dengan
demikian tidak dapat dipisahkan dari agama. Adapun yang menjadi pokus
revitalisasinya adalah lunturnya nilai-nilai pancasila dinegara kita ini
dikarenakan beredar dan masuknya faham-faham humanisme didalam membentuk budaya
bangsa kita ini. Humanisme tidak dapat dipungkiri telah sedikit banyak
membentuk peradaban dalam budaya bangsa kita ini. Dalam humanisme dikatakan
bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan
alam, akal menjadi ukuran tentang kebenaran dan rasionalisme merupakan metode
yang digunakan dalam pendidikan di Negara kita ini. Disini tersirat bahwa tuhan
tidak perlu ikut campur tangan dalam mengatur manusia dan alam.
Tentu pandangan
ini berbenturan dengan ideologi bangsa kita yang dibangun dan didasari oleh
pancasila sebagai budaya bangsa yang dalam implementasinya berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, tentu dengan pola pandang yang rasionalisme itu
sedikit banyak nilai-nilai ketuhanan yang terdapat dalam pancasila akan luntur,
sehingga terjadi degaradasi moral dibangsa kita yang salah satunya berupa
tawuran antar pelajar. Ini mau tidak mau dikarenakan karena dalam pembelajaran
disekolah-sekolah formal lebih mengendepankan berpikir rasionalisme dengan
tidak melibatkan tuhan didalam kehidupannya, sehingga didapatlah kecerdasan
manusia, karena yang diberikan suflement hanya otaknya semata bukan
menghasilakan manusia yang cerdas, dan dihasilkan keterampilan manusia tetapi
tidak melahirkan manusia terampil. Pendidikan disekolah diberikan hanya menyentuh
aspek-aspek empirik semata dan tentu ini jauh dari nilai-nilai yang hendak
diamanahkan oleh pancasila yaitu pola berkehidupan yang berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Dapat dikatakan
bahwa dalam membentuk dan memberi warna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
itu adalah cara pandang dan filosofis yang digunakan dalam kehidupan berbudaya
disebuah bangsa tersebut, kiranya apabila faham humanisme berkembang dinegara
kira ini maka kiranya perlu kita serang paham humanismenya, lantas faham
humanisme ini pun dalam metodenya menggunakan rasionalis maka kiranya sangat
memadai apabila pancasila sebagai dasar dan filosofis bangsa menyerang
faham-faham yang dibawa dan dipengaruhi oleh faham humanisme dan rasionalisme
dalam pola pikir dan menentukan arah kehidupan bangsa ini. Disini terdapat
pertarungan antara budaya bangsa yang berlandaskan pancasila dengan budaya
barat yang berupa humanisme dan rasionalime tersebut dalam menentukan dan
memberi warna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Intinya adalah
pancasila harus dihidupkan kembali atau nilai-nilai pancasila harus
direvitalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga pola pemikiran
tidak hanya rasio semata yang digunakan dalam mengatur manusia dan alam, tetapi
lebih dari itu semua ada yang maha kuasa yang memberi dan mengatur kehidupan
manusia dan alam ini. Sehingga dengan pemikiran yang holistik ini akan
menciptakan peradaban dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan
pancasila yang memiliki kekuatan sfiritual yaitu etika Ketuhanan Yang Maha Esa.
Implikasi dari
pandangan ini bahwa dalam kehidupan dunia formal pun akan memberikan arah yang
lebih baik, karena pandangan hidup bangsa menentukan kebijakan-kebijakan yang
dibuat untuk lebih bisa memasukan nilai-nilai pancaila dalam pembelajaran.
Filsafat Negara yang berupa pancasila itu dioperasionalkan dalam konstitusi
(undang-undang dasar), kemudian UUD tersebut dioperasionalkan lagi kedalam
Undang-Undang, dan Undang-Undang dioperasionalkan lagi dalam Peraturan
Pemerintah (PP), apabila PP tersebut masih belum Operasional maka harus
dioperasionalkan kembali dalam Surat Keputusan Menteri (SKM) dan kadang-kadang
SKM pun belum operasional maka dioperasionalkan dalam JUKLAK dan JUKNIS. Tafsir
(2008:71)
Dari sini kita
lihat bahwa sungguh filsafat Negara itu memberi warna dalam kehidupan
bernegara, dalam dunia pendidikan pun demikian arah dan tujuan yang dicapai
harus selaras dengan yang diamanatkan dengan nilai-nilai luhur pancasila, sehingga
pelajaran-pelajaran yang dilakukan didalam kelas harus berdasarkan fandangan
hidup bangsa berupa pancasila yang menekankan kepada etika kehidupan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan ditanamkannya pemahaman ini maka
kurikulum-kurikulum akan didasarkan pada core yang diharapkan oleh bangsanya
yaitu berupa pembelajaran yang membawa anak didik lebih berpikir secara
holistik yang membawa mereka mengenal tuhan, dan menanamkan nilai-nilai
ketuhanan dalam kehidupannya.
KESIMPULAN
Peran lembaga
pendidikan selayaknya mampu untuk dapat berupaya menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia dan menjadi manusia
yang berguna bagi nusa dan bangsa, alih-alih berakhlak mulia dalam keperibadiannya,
yang ada malah menjurus kearah kenakalan remaja, katakana sebagai contoh
tawuran pelajar yang marak belakangan ini terjdi di bangsa kita ini, bahkan
bukan hanya sekedar kenakalan remaja, tetapi sudah menjurus kearah
kriminalitas, karena terjadinya pembunuhan dan jatuh korban. Tentu sekolah dan
undang-undang serta kurikulum tidak dibuat untuk menciptakan remaja yang
demikian itu.
Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut
adalah kesalahan dalam mendisain kurikulum pendidikan. Kurikulum pendidikan dinegara kita tidak bisa dipungkiri
sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup pembuat kebijakan dalam mendisain
pendidikan, diantara pandangan itu ialah rasionalisme dalam pendidikan.
Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa kebenaran diperoleh melalui akal
dan diukur dengan akal, akal itulah yang digunakan sebagai alat pencari dan
pengukur kebenaran.
Hal ini mengisyaratkan nilai-nilai diluar jangkauan akal
yang tidak rasional dan tidak ada bukti empiris tidak layak dijadikan pandangan
hidup dalam mendisain pendidikan, yang lebih parah lagi bahwa dengan adanya
pandangan rasionalisme itu tersurat bahwa pendidikan tidak boleh dilandaskan
dengan keberadaan tuhan karena hal itu tidak empiris.
Dengan adanya dikotomi dalam mendisain pendidikan sudah
barang tentu nilai-nilai agama sedikit banyak akan terhapus dalam dunia
pendidikan, karena ini tidak realistis, tidak logis dan tidak empiris. Sehingga
adanya pemikiran yang parsial dalam dunia pendidikan. Pendidikan hanya
dipokuskan pada hal yang realistis, tentu dampaknya dapat kita lihat dalam
kehidupan sekarang, kenakalan remaja tak dapat lagi dihindari, dari mulai
penggunaan obat-obatan terlarang, kekerasan, pengrusakan, perpeloncoan, geng
motor, kekerasan sexsual, dan tawuran antar pelajaran. Hal ini salah satunya
disebabkan lunturnya nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan dalam diri mereka,
yang disebabkan adanya pandangan rasionalisme yang telah memberikan warna dalam
mendisain pendidikan.
Dengan menyerang
faham-faham filsafat yang berupa humanisme dan rasionalisme yang telah meracuni
budaya dan warna dalam kehidupan pendidikan ini maka peran pancasila sangat
penting dalam memberikan warna pendidikan yang sesuai pancasila, karena
pancasila merupakan pedoman bangsa yang bersumber kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, bukan hanya bersumber kepada akal semata. Sehingga dengan merivitalisasi
nilai-nilai pancasila dalam dunia pendidikan diharapkan dalam diri peserta
didik akan tertanam nilai-nilai luhur pancasila, seperti saling mengormati
perbedaan, saling toleransi, saling berempati, menanamkan persatuan dan
kesatuan, menanamkan keadilan, dan lain hal yang terkandung dalam nilai-nilai
pancasila akan teraplikasi dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga kenakalan
remaja berupa tawuran antar pelajar dapat dihilangkan.
Daftar Pustaka
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam
Perspektif Islam., PT. Remaja
Rosdakarya., Bandung, 2001
_____________, Filsafat
Pendidikan Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008
Darmadi,
Hamid. 2009. Dasar Konsep Pendidikan
Moral, Landasan Konsep Dasar dan Implementasi, Bandung : Alfabeta.
Darajat, Zakiah. 1971. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang
Budiningsih, Asri. 2008. Pembelajaran Moral, Jakarta : Pt. Rineka Cipta
Suryadi,
Ace. Dalam Dasim Dasim Budimansyah. 2011. Pendidikan Karakter nilai Inti Bagi Upaya
Pembinaan Keperibadian Bandsa, Bandung: Widya Aksara Press
http://ixl41.blogspot.com/2008/02/revitalisasi-pancasila-sebagai-dasar.htmlhttp://cetak.bangkapos.com/opini/read/364/Pentingnya+Revitalisasi+Pancasila.html
http://ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=945:pancasila-sebagai-ideologi-&catid=51:pendidikan-pancasila&Itemid=77
Tidak ada komentar:
Posting Komentar