Jumat, 22 Februari 2013

filsafat nilai moral



PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya moral merupakan tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Dengan norma-norma moral kita betul-betul dinilai. Itulah sebab penilaian moral selalu berbobot. Kita tidak dilihat dari satu segi, melainkan dilihat dari berbagai segi sebagai manusia (Franz Magnis-Suseno :19). Sistem moral tersebut baru mempribadi dan bersatu raga menjadi sistem organik dan personal apabila sudah mencapai tahap sebagai keyakinan atau prinsip serta tersusun sebagai sistem keyakinan yang benar-benar diyakini serta akan menjadi kiblat pola berpikir maupun perilakunya dan bahkan dirinya bukan mustahil akan terus dibina, diyakini dan menjadi jati dirinya sendiri yang dipertahankan sepanjang hayatnya sebelum ada keyakinan lain yang mampu menggoyahkan atau menggantikannya. (Kohelberg dalam Hamid Darmadi:29). Apabila ini terjadi maka akan menjadi sistem keyakinan dan menjadi tenaga yang maha dahsyat melebihi kekuatan bom nuklir.
Moral mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Menurut Magnis-Suseno, sikap moral yang sebenarnya disebut moralitas, moralitas diartikan sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriyah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari keuntungan.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sangat penting untuk membina dan mengembangkan keperibadian dirinya untuk menjadikannya lebih baik dan menjadikannya bermoral yang positif, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa semua itu tidak terjadi secara sendirinya, semuanya perlu usaha yang secara sadar dan sistematis yang dapat mengarahkan seseorang memiliki keperibadian dan moral yang baik.
Moral sendiri tidak bisa dilihat dari satu sisi kebaikan semata, dan pada pembahasan makalah kali ini filsafat nilai moral akan mencoba dilihat dari sudut pandang filsafat, sosiologi, teologi, dan antropologi, sehingga dengan pengkajian moral dari sudut pandang yang beragam akan menjadikan filsafat nilai moral lebih dapat bermakna dalam kehidupan dan mengkristal sehingga menjadi pribadi yang baik.
KAJIAN TEORETIS
FILSAFAT, SOSIOLOGI, TEOLOGI DAN ANTROPOLOGI
A.  Filsafat
Poedjawijiatna (1974:1) menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab yang berhubungan rapat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani. Kata Yunaninya ialah philosophia dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari philo  dan  sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu; sophia kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Jadi menurut namanya saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, dan cinta pada kebijakan. Jadi filsafat dapatlah diketahui bahwa dari segi bahasa dapat siartikan dengan keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak (Tafsir2005:10).
Fislafat sebenarnya berasal dari kata atau bahasa Yunani Philosopia. Dari kata philosopia ini kemudian banyak diperoleh pengertian-pengertian filsafat, baik dari segi pengertiannya secara harfiyah atau etimologi maupun dari segi kandungannya. (Zuhairini, 1994:3) Awal peradaban sesungguhnya dirintis oleh pemikiran filsafat, karenanya filsafat disebut landasan dan induk ilmu pengetahuan.
Menurut Prof Harun Nasution dalam Zuhairini : 3 mengatakan bahwa filsafat secara etimologi berasal dari kata Yunani yang tersusun dari dua kata philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmah (wisdom). Ada juga yang menyebutkan bahwa filsafat terbentuk dari duka suku kata yaitu Filos berarti sahabat atau cinta; dan sophia berarti ilmu atau kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta ilmu pengetahuan dan  kebijaksanaan. Ada pula yang mengartikan filsafat sebagai ilmu yang paling umum dan sebagai usaha mencari kebenaran dan kebijaksanaan.
Dari pengertian secara etimologi tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa filsafat mengandung pengetahuan tentang hikmah, prinsip atau dasar-dasar, mencari kebenaran, dan membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas. Dengan demikian dapat dipahami bahwa filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalmnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya. Filsafat dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal (menyeluruh) dan radikal, yang mengupas dan menganalisa sesuatu secara mendalam ( Jujun S : 4).
Poedjawijiatna (1974:11) mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah Bakry (1971:11) mengatakan bahwa filsafat ialah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilakan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Plato menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli, dan bagi Aristoteles filsafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung didalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika, dan bagi Al-Farabi filsafat ialah pengetahuan tentang alam ujud bagaimana hakikatna yang sebenarnya. Pythagoras, orang yang mula-mula menggunakan kata filsafat, memberikan definisi filsafat sebagai the love for wisdom. Menurut Pythagoras manusia paling tinggi nilainya ialah manusia pecinta kebijakan (lover of wisdom) sedangkan yang dimaksud olehnya dengan wisdom ialah kegiatan melakukan perenungan tentang Tuhan. Ia membagi kualitas manusia menjadi tiga tingkatan: lovers of wisdom, lovers of succes, dan lovers of pleasure (Tafsir 2005:10)
Sitematika Filsafat
Hasil berpikir tentang segala sesuatu yang ada dan mungkin ada haruslah disusun secara sistematis maka dari itu dinamkanan dengan sistematika filsafat. Sistematika filsafat ini sangat penting untuk diketahui supaya tidak salah dalam mengkaplingkan pemikiran mengenai filsafat. Dalam garis besarnya filsafat dibagai dalam tiga cabang besar yaitu epistemologi, ontologi dan aksiologi.
Epistemologi
            Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan (tafsir 2005:23)
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi, istilah etomologi berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan pokoknya adalah “apakah ada itu?”, sedangkan dalam epistemologi pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui?”
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
1.      Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
2.      Dari mana pengtahuan itu dapat diperoleh?
3.      Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
4.      Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman).
Ontologi
Ontology membicarakan hakikat dan objek yg dikaji (Ahmad Tafsir :22) Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dari aliran ini muncul empat macam aliran filsafat, yaitu : (1) aliran Materialisme; (2) aliran Idealisme; (3) aliran Dualisme; (4) aliran Agnoticisme. Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persolan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).

Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin adalah realitas; realita adalah ke-real-an, riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologis berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan logos = logic. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan pengertian ontologis menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Prespektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, filsafat, dan logika mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakana ada; dalam kerangka tradisional ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.

Aksiologi
Permasalahan aksiologi meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status metafisika nilai. Aksiologi membicarakan tentang keguanaan dari sesuatu, untuk mengetahui kegunaan filsafat atau untuk apa filsafat itu digunakan atau apa sih guna filsafat itu, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal. Pertama filsafat sebagai kumpulan teori, kedua filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of life), dan ketiga filsafat sebagai metode pemecahan masalah (Tafsir 2005:42)
Kodrat manusia ialah ingin tetap hidup terus, ingin melestarikan diri arau keberadaannya. Hasrat melestarikan diri dan hidupnya ini merupakan naluri yang terpenting. Manusia juga mempunyai naluri ingin tahu segala hal; naluri ini menjadi kunci perkembangan ilmu pengetahuan. Daya upaya ini bertujuan dan berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, demi kelestarian manusia.
Kedua naluri itu, hasrat ingin tetap hidup dan hasrat ingin tahu, menghasilkan kebudayaan antara lain filsafat, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Secara khusus, tujuan filsafat ialah untuk memahami hakikat keyakinan yang menjadi pedoman kehidupan. Bila manusia yakin akan hakikat segala sesuatu kebenaran maka ia akan menjadikannya sebgai pandangan hidup.
Manusai berfilsafat demi kebenaran dan kebijaksanaan; sebagai jalan yang tepat guna menyelamatkan diri dalam proses melestarikan hidup. Jalan yang tepat inilah pandangan hidup yang menjadi tata-nilai dan norma kehidupan.

B.   SOSIOLOGI
Sosiologi terdiri dari dua kata: socius, yang berarti pendamping atau asosiasi, dan logo, yang berarti ilmu atau belajar. Makna etimologis dari sosiologi demikian ilmu masyarakat. Herbert Spencer mengembangkan studi sistematis tentang masyarakat dan mengadopsi kata sosiologi dalam karyanya. Dengan kontribusi dari Spencer dan lain-lain itu (sosiologi) menjadi nama permanen dari ilmu baru.
Setiap interaksi didalam kelompok sosial terdapat tata hubungan tingkah laku dan sikap diantara anggotanya. Ini memberi bukti bahwa manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makluk yang membutuhkan hubungan-hubungan dan interaksi sosial dengan sesamnya dengan moral sebagai control dalam hidupnya, (Sofyan Sauri 2012:9). Auguste Comete, bapak pendiri sosiologi, mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu dari fenomena sosial tunduk pada hukum alam dan seragam.
Sosiologi yang pernah diperlakukan sebagai filsafat sosial, atau filsafat sejarah, muncul sebagai ilmu sosial yang mandiri pada abad ke-19. Auguste Comte, seorang Prancis, secara tradisional dianggap sebagai bapak sosiologi. Comte terakreditasi dengan coining dari sosiologi istilah (tahun 1839). "Sosiologi" terdiri dari dua kata: socius, yang berarti pendamping atau asosiasi, dan 'logo', yang berarti ilmu atau belajar. Makna etimologis dari"sosiologi" demikian ilmu masyarakat. John Stuart Mill, seorang pemikir sosial dan filsuf abad ke-19, mengusulkan etologi kata untuk ini ilmu baru.

Herbert Spencer mengembangkan studi sistematis tentang masyarakat dan mengadopsi kata "sosiologi" dalam karyanya. Dengan kontribusi dari Spencer dan lain-lain itu (sosiologi) menjadi nama permanen dari ilmu baru. Pertanyaan 'apa yang sosiologi' memang, sebuah pertanyaan sehubungan dengan definisi sosiologi. Tidak ada mahasiswa berhak dapat diharapkan untuk memasuki bidang studi yang sama sekali tidak terdefinisi atau tak terbatas. Pada saat yang sama, itu bukan tugas yang mudah untuk mengatur beberapa batasan tetap untuk bidang studi. Memang benar dalam kasus sosiologi. Oleh karena itu sulit untuk memberikan definisi singkat dan komprehensif sosiologi. Sosiologi telah didefinisikan dalam beberapa cara oleh sosiolog berbeda. Tidak ada definisi tunggal yang belum diterima sebagai benar-benar memuaskan. Bahkan, ada banyak definisi sosiologi karena ada sosiolog. Untuk tujuan kita studi beberapa definisi dapat disebut di sini.
1.      Auguste Comete, bapak pendiri sosiologi, mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu dari fenomena sosial "tunduk pada hukum alam dan seragam, penemuan yang merupakan obyek  penyelidikan".
2.      Kingsley Davis mengatakan bahwa "Sosiologi adalah ilmu umum masyarakat".
3.      Harry M. Johnson berpendapat bahwa "sosiologi adalah ilmu yang berhubungan dengankelompok sosial".
4.      Emile Durkheim: "Ilmu lembaga sosial".
5.      Park menganggap sosiologi sebagai "ilmu tentang perilaku kolektif".
6.      Kecil mendefinisikan sosiologi sebagai "ilmu hubungan sosial".
7.      Marsekal Jones mendefinisikan sosiologi sebagai "studi manusia-dalam-hubungan-ke-manusia".
8.      Ogburn dan Nimkoff: "Sosiologi adalah studi ilmiah kehidupan sosial".
9.      Franklin Henry Giddings mendefinisikan sosiologi sebagai "ilmu fenomena sosial".
10.  Henry Fairchild: "Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan lingkunganmanusia dalam hubungan mereka satu sama lain".
11.  Max Weber mendefinisikan sosiologi sebagai "ilmu yang mencoba pemahamaninterpretatif aksi sosial dalam rangka sehingga untuk sampai pada penjelasan yang santai dantentu saja efek".
12.  Alex Inkeles mengatakan, "Sosiologi adalah studi tentang sistem tindakan sosial danhubungan antar-mereka".
13.  Kimball Young dan Raymond W. Mack mengatakan, "Sosiologi adalah studi ilmiahtentang aspek-aspek sosial dari kehidupan manusia".
14.       Morris Ginsberg: dari berbagai definisi sosiologi yang diberikan oleh Morris Ginsbergtampaknya lebih memuaskan dan komprehensif. Dia mendefinisikan sosiologi dengan cara berikut: "Dalam arti luas, sosiologi adalah studi tentang interaksi manusia dan antar-hubungan, kondisi mereka dan konsekuensinya". http://pringtutul-kalisabuk.blogspot.com/p/filsafat-sosiologi-perubahan-sosial.html, tanggal akses 3 November 2012 , pukul 10.30 WIB

Pemeriksaan yang seksama dari berbagai definisi yang dikutip di atas, membuat jelas bahwa sosiolog berbeda dalam pendapat mereka tentang definisi sosiologi. Berbeda pandangan mereka tentang definisi sosiologi hanya mengungkapkan pendekatan yang berbeda mereka untuk mempelajari nya. Namun, ide umum yang mendasari semua definisi yang disebutkan diatas adalah bahwa sosiologi berkaitan dengan manusia, hubungan sosial dan masyarakatnya.

C.  TEOLOGI
Teologi bahasa Yunani theos, "Allah, Tuhan", dan logia, "kata-kata," "ucapan," atau "wacana" adalah wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan, "Teologi dan agama-agama lain di luar agama Kristen"). Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi, tanggal akses 3 November 2012
Teologi dari segi etimologi berasal dari bahsa yunani yaitu theologia. Yang terdiri dari kata theos yang berarti tuhan atau dewa, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan ketuhanan . menurut William L. Resse, Teologi berasal dari bahasa Inggris yaitutheology yang artinya discourse or reason concerning god (diskursus atau pemikiran tentang tuhan) dengan kata-kata ini Reese lebih jauh mengatakan, “teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan. Gove mengatkan bahwa teologi merupakan penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional (Abdur Razak dan Rosihan Anwar 2006:14)
Sedangkan menurut Fergilius Ferm “the discipline which consern God (or yhe divine Reality)and God relation to the word (pemikiran sistematis yang berhubungan dengan alam semesta). Dalam ensiklopedia everyman’s di sebutkan tentang teologi sebagai science of religion, dealing therefore with god, and man his relation to god (pengetahuan tentang agama, yang karenanya membicarakan tentang tuhan dan manusia dalam pertaliannya dengan tuhan). Disebutkan dalam New English Dictionary, susunan Collins,the science treats of the facts and phenomena  of religion and the relation between God and men(ilmu yang membahs fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan-hubungan antara tuhan dan manusia (Hanafi 2003:1)
Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Para teolog berupaya menggunakan analisis dan argumen-argumen rasional untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajar dalam salah satu bidang dari topik-topik agama. Teologi memampukan seseorang untuk lebih memahami tradisi keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan lainnya, menolong membuat perbandingan antara berbagai tradisi, melestarikan, memperbaharui suatu tradisi tertentu, menolong penyebaran suatu tradisi, menerapkan sumber-sumber dari suatu tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan masa kini, atau untuk berbagai alasan lainnya.
Kata 'teologi' berasal dari bahasa Yunani koine, tetapi lambat laun memeroleh makna yang baru ketika kata itu diambil dalam bentuk Yunani maupun Latinnya oleh para penulis Kristen. Karena itu, penggunaan kata ini, khususnya di Barat, mempunyai latar belakang Kristen. Namun, pada masa kini istilah tersebut dapat digunakan untuk wacana yang berdasarkan nalar di lingkungan ataupun tentang berbagai agama. Di lingkungan agama Kristen sendiri, disiplin 'teologi' melahirkan banyak sekali sub-divisinya.
Dalam gereja Kristen, teologi mula-mula hanya membahas ajaran mengenai Allah, kemudian artinya menjadi lebih luas, yaitu membahas keseluruhan ajaran dan praktik Kristen. Dalam upaya merumuskan apa itu ilmu teologi, maka ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan, yaitu tidak akan ada teologi Kristen tanpa keyakinan bahwa Allah bertindak atau berfirman secara khusus dalam Yesus Kristus yang menggenapi perjanjian dengan umat Israel. http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi, tanggal akses 3 November 2012
Secara termonilogis, ada beberapa pengertian teologi. Rozak (2005: 18) menyebutkan, Pertama, adalah interpretasi keyakinan, aktivitas, dan pengalaman agama secara rasional. Kedua, teologi berarti kajian tentang Tuhan dan hubungannya dengan manusia dan alam semesta. Di sini diuraikan argumentasi tentang eksistensi Tuhan, kehebatan (divine), kebiasaan, sifat, aktivitas dan pemeliharaan Tuhan. Ketiga, teologi adalah pemeriksaan secara teliti dan secara historis tentang keyakinan beragama. Keempat, suatu interpretasi keyakinan beragama dalam hubungannya dengan pemikiran dan kehidupan kontemporer. Kelima, suatu penyelidikan bahwa di sana terdapat suatu permintaan supaya mengusahakan interpretasi beberapa materi dan akhir perhatian secara lebih memadai.
Teologi juga dapat dipahami sebagai agama sebagaimana Sofyan Sauri 2012:12 mengemukakan bahwa agama dalam arti luas merupakan suatu penerimaan terhadap aturan-aturan dari suatu kekuatan yang lebih tinggi, dengan jalan melakukan hubungan yang harmonis dengan realitas yang lebih agung dari dirinya sendiri, yang memerintahkan untuk mengadakan kebaktian, pengabdian, dan pelayanan yang setia. Yang kemudian lebih lanjut menyebutkan bahwa agama menurut syara diartikan sebagai undang-undang Allah swt yang disampaikan kepada Nabi atau Rosulnya dengan perantara wahyu (malaikat jibril) untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia, baik pribadi, keluarga, masyarakat dan lingkungannya agar selamat dunia dan akhirat.










D.  ANTROPOLOGI
Anthropologi berasal dari kata Yunani anthropos yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Anthropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Anthropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan anthropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode anthropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.
Pengetahuan antropologi tidak hanya berbeda dari pengetahuan folk melainkan juga antropologi perbeda dari psikologi, sosiologi, teologi dan sumber-sumber pengetahuan lain yang kurang lebih sistematik, mengenai kondisi manusia (Achmad, 2006 :13). Antropologi adalah suatu perspektif ilmiah yang diperoleh dari sifat komprehensip pendekatannya, antropologi mencakup ciri-ciri ilmu fisika, ilmu-ilmu sosial, dan humanitas sejaligus. Antropologi membawa pandangan integratif, penyatuan, dan membahas kondisi manusia.
Antropologi secara tradisional kerap kali diasosiasikan dengan antropologi ekologi atau antropologi materealis, terutama karena antropologi ekologi membuat klaim yang paling konsisten dan eksplisit atas pendekatan ilmiah. Ilmu antropologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari makhluk anthropos atau manusia, merupakan suatu intergrasi dari beberapa ilmu yang masing-masing mempelajari sutu komplex masalah-masalah khusus mengenai makhluk manusia, proses intgrasi merupakan suatu proses perkembangan yang panjang dan berlangsung terus sampai sekarang. (Koentjaranimgrat, 1980 : 1-2).
Definisi Anthropologi menurut para ahli
1.      William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
2.      David Hunter: anthropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
3.      Koentjaraningrat: Anthropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana anthropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari tentang segala aspek dari manusia, yang terdiri dari aspek fisik dan nonfisik berupa warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, kebudayaan, aspek politik, dan berbagai pengetahuan tentang corak kehidupan lainnya yang bermanfaat.
Secara garis besar antropologi antropologi memiliki cabang-cabang ilmu yang terdiri dari:
A. Anthropologi Fisik
1.      Paleoantropologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil-fosil.
2.      Somatologi adalah ilmu yang mempelajari keberagaman ras manusia dengan mengamati ciri-ciri fisik.
B. Anthropologi Sosial dan Budaya
1.      Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan semua kebudayaan manusia di bumi sebelum manusia mengenal tulisan.
2.      Etnolinguistik antropologi adalah ilmu yang mempelajari pelukisan tentang ciri dan tata bahasa dan beratus-ratus bahasa suku-suku bangsa yang ada di dunia / bumi.
3.      Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia.
4.      Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi.

C. Arkeologi

Ahli Arkeologi bekerja mencari benda-benda peninggalan manusia dari masa lampau. Mereka akhirnya banyak melakukan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau senjata.  Benda –benda ini adalah barang tambang mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti-bukti yang mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk kembali model-model kehidupan pada masa lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang direnkonstruksi tersebut dapat dibuat dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang sisa-sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana mereka datang ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja mereka itu dulu berinteraksi.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar