PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada
hakikatnya moral merupakan tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur
kebaikan seseorang. Dengan norma-norma moral kita betul-betul dinilai. Itulah
sebab penilaian moral selalu berbobot. Kita tidak dilihat dari satu segi,
melainkan dilihat dari berbagai segi sebagai manusia (Franz Magnis-Suseno :19).
Sistem moral tersebut baru mempribadi dan bersatu raga menjadi sistem organik
dan personal apabila sudah mencapai tahap sebagai keyakinan atau prinsip serta
tersusun sebagai sistem keyakinan yang benar-benar diyakini serta akan menjadi
kiblat pola berpikir maupun perilakunya dan bahkan dirinya bukan mustahil akan
terus dibina, diyakini dan menjadi jati dirinya sendiri yang dipertahankan
sepanjang hayatnya sebelum ada keyakinan lain yang mampu menggoyahkan atau
menggantikannya. (Kohelberg dalam Hamid Darmadi:29). Apabila ini terjadi maka
akan menjadi sistem keyakinan dan menjadi tenaga yang maha dahsyat melebihi
kekuatan bom nuklir.
Moral
mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral
adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.
Norma-norma moral adalah tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur
kebaikan seseorang. Menurut Magnis-Suseno, sikap moral yang sebenarnya disebut
moralitas, moralitas diartikan sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam
tindakan lahiriyah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik
karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia
mencari keuntungan.
Dalam
kehidupan sehari-hari manusia sangat penting untuk membina dan mengembangkan
keperibadian dirinya untuk menjadikannya lebih baik dan menjadikannya bermoral
yang positif, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa semua itu tidak terjadi
secara sendirinya, semuanya perlu usaha yang secara sadar dan sistematis yang
dapat mengarahkan seseorang memiliki keperibadian dan moral yang baik.
Moral
sendiri tidak bisa dilihat dari satu sisi kebaikan semata, dan pada pembahasan
makalah kali ini filsafat nilai moral akan mencoba dilihat dari sudut pandang
filsafat, sosiologi, teologi, dan antropologi, sehingga dengan pengkajian moral
dari sudut pandang yang beragam akan menjadikan filsafat nilai moral lebih
dapat bermakna dalam kehidupan dan mengkristal sehingga menjadi pribadi yang
baik.
KAJIAN
TEORETIS
FILSAFAT,
SOSIOLOGI, TEOLOGI DAN ANTROPOLOGI
A. Filsafat
Poedjawijiatna (1974:1)
menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab yang berhubungan rapat
dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani. Kata Yunaninya ialah
philosophia dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang
terdiri dari philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti
yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang
diinginkannya itu; sophia kebijakan
yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Jadi menurut namanya saja
filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, dan cinta pada kebijakan. Jadi
filsafat dapatlah diketahui bahwa dari segi bahasa dapat siartikan dengan
keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak (Tafsir2005:10).
Fislafat sebenarnya
berasal dari kata atau bahasa Yunani Philosopia. Dari kata philosopia ini
kemudian banyak diperoleh pengertian-pengertian filsafat, baik dari segi
pengertiannya secara harfiyah atau etimologi maupun dari segi kandungannya.
(Zuhairini, 1994:3) Awal peradaban
sesungguhnya dirintis oleh pemikiran filsafat, karenanya filsafat disebut
landasan dan induk ilmu pengetahuan.
Menurut Prof Harun
Nasution dalam Zuhairini : 3 mengatakan bahwa filsafat secara etimologi berasal
dari kata Yunani yang tersusun dari dua kata philein dalam arti cinta dan sophos
dalam arti hikmah (wisdom). Ada juga yang menyebutkan bahwa filsafat terbentuk
dari duka suku kata yaitu Filos
berarti sahabat atau cinta; dan sophia
berarti ilmu atau kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta ilmu pengetahuan
dan kebijaksanaan.
Ada pula yang mengartikan filsafat sebagai ilmu yang paling umum dan sebagai usaha mencari kebenaran dan kebijaksanaan.
Dari pengertian secara
etimologi tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa filsafat mengandung
pengetahuan tentang hikmah, prinsip atau dasar-dasar, mencari kebenaran, dan
membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak
terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalmnya sehingga
sampai ke dasar-dasar persoalannya. Filsafat dengan cara kerjanya yang bersifat
sistematis, universal (menyeluruh) dan radikal, yang mengupas dan menganalisa
sesuatu secara mendalam ( Jujun S : 4).
Poedjawijiatna
(1974:11) mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha
mencari sebab sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Hasbullah Bakry (1971:11) mengatakan bahwa filsafat ialah sejenis pengetahuan
yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam
semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilakan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia
itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Plato menyatakan bahwa
filsafat ialah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli, dan bagi
Aristoteles filsafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung
didalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika, dan
bagi Al-Farabi filsafat ialah pengetahuan tentang alam ujud bagaimana hakikatna
yang sebenarnya. Pythagoras, orang yang mula-mula menggunakan kata filsafat,
memberikan definisi filsafat sebagai the
love for wisdom. Menurut Pythagoras manusia paling tinggi nilainya ialah
manusia pecinta kebijakan (lover of
wisdom) sedangkan yang dimaksud olehnya dengan wisdom ialah kegiatan melakukan perenungan tentang Tuhan. Ia
membagi kualitas manusia menjadi tiga tingkatan: lovers of wisdom, lovers of succes, dan lovers of pleasure (Tafsir 2005:10)
Sitematika
Filsafat
Hasil berpikir tentang
segala sesuatu yang ada dan mungkin ada haruslah disusun secara sistematis maka
dari itu dinamkanan dengan sistematika filsafat. Sistematika filsafat ini
sangat penting untuk diketahui supaya tidak salah dalam mengkaplingkan
pemikiran mengenai filsafat. Dalam garis besarnya filsafat dibagai dalam tiga
cabang besar yaitu epistemologi, ontologi dan aksiologi.
Epistemologi
Epistemologi
membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan (tafsir
2005:23)
Epistemologi
juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi, istilah
etomologi berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = teori.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal
mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam
metafisika, pertanyaan pokoknya adalah “apakah ada itu?”, sedangkan dalam
epistemologi pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui?”
Persoalan-persoalan
dalam epistemologi adalah:
1. Bagaimanakah
manusia dapat mengetahui sesuatu?
2. Dari
mana pengtahuan itu dapat diperoleh?
3. Bagaimanakah
validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
4. Apa
perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan
pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman).
Ontologi
Ontology
membicarakan hakikat dan objek yg dikaji (Ahmad Tafsir :22) Ontologi merupakan
cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dari aliran
ini muncul empat macam aliran filsafat, yaitu : (1) aliran Materialisme; (2)
aliran Idealisme; (3) aliran Dualisme; (4) aliran Agnoticisme. Ontologi
merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling
kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukan munculnya perenungan di
bidang ontologi. Dalam persolan ontologi orang menghadapi persoalan
bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali
orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang
berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan
tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin
adalah realitas; realita adalah ke-real-an, riil artinya kenyataan yang
sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan
sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Pembahasan
tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut
Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi
benda. Kata ontologis berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan logos =
logic. Jadi ontologi adalah the theory of
being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan
pengertian ontologis menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh S.
Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Prespektif mengatakan, ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau
dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Sementara
itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, filsafat, dan logika mengatakan, ontologi
adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara
yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan
(objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakana ada; dalam
kerangka tradisional ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip
umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi
dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Aksiologi
Permasalahan aksiologi
meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status metafisika nilai.
Aksiologi membicarakan tentang keguanaan dari sesuatu, untuk mengetahui
kegunaan filsafat atau untuk apa filsafat itu digunakan atau apa sih guna
filsafat itu, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal.
Pertama filsafat sebagai kumpulan teori, kedua filsafat sebagai pandangan hidup
(philosophy of life), dan ketiga
filsafat sebagai metode pemecahan masalah (Tafsir 2005:42)
Kodrat
manusia ialah ingin tetap hidup terus, ingin melestarikan diri arau keberadaannya.
Hasrat melestarikan diri dan hidupnya ini merupakan naluri yang terpenting.
Manusia juga mempunyai naluri ingin tahu segala hal; naluri ini menjadi kunci
perkembangan ilmu pengetahuan. Daya
upaya ini bertujuan dan berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, demi
kelestarian manusia.
Kedua naluri itu, hasrat ingin tetap hidup dan hasrat
ingin tahu, menghasilkan kebudayaan antara lain filsafat, ilmu pengetahuan dan
sebagainya. Secara khusus, tujuan filsafat ialah untuk memahami hakikat keyakinan
yang menjadi pedoman kehidupan. Bila manusia yakin akan hakikat segala sesuatu
kebenaran maka ia akan menjadikannya sebgai pandangan hidup.
Manusai berfilsafat demi kebenaran dan kebijaksanaan;
sebagai jalan yang tepat guna menyelamatkan diri dalam proses melestarikan
hidup. Jalan yang tepat inilah pandangan hidup yang menjadi tata-nilai dan
norma kehidupan.
B. SOSIOLOGI
Sosiologi terdiri dari dua kata: socius, yang berarti pendamping
atau asosiasi, dan logo, yang berarti ilmu atau belajar. Makna etimologis dari
sosiologi demikian ilmu masyarakat. Herbert
Spencer mengembangkan studi sistematis tentang masyarakat dan mengadopsi
kata sosiologi dalam karyanya. Dengan kontribusi dari Spencer dan lain-lain itu
(sosiologi) menjadi nama permanen dari ilmu baru.
Setiap
interaksi didalam kelompok sosial terdapat tata hubungan tingkah laku dan sikap
diantara anggotanya.
Ini memberi bukti bahwa manusia
merupakan makhluk sosial, yaitu makluk yang membutuhkan hubungan-hubungan dan
interaksi sosial dengan sesamnya dengan moral sebagai control dalam hidupnya,
(Sofyan Sauri 2012:9). Auguste
Comete, bapak pendiri sosiologi, mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu dari
fenomena sosial tunduk pada hukum alam dan seragam.
Sosiologi yang pernah diperlakukan sebagai filsafat sosial,
atau filsafat sejarah, muncul sebagai ilmu sosial yang mandiri pada abad ke-19.
Auguste Comte, seorang Prancis, secara tradisional dianggap sebagai bapak
sosiologi. Comte terakreditasi dengan coining dari sosiologi istilah (tahun
1839). "Sosiologi" terdiri dari dua kata: socius, yang
berarti pendamping atau asosiasi, dan 'logo', yang berarti ilmu atau
belajar. Makna etimologis dari"sosiologi" demikian ilmu masyarakat.
John Stuart Mill, seorang pemikir sosial dan filsuf abad ke-19, mengusulkan etologi kata untuk ini
ilmu baru.
Herbert Spencer mengembangkan studi sistematis tentang masyarakat
dan mengadopsi kata "sosiologi" dalam karyanya. Dengan kontribusi
dari Spencer dan lain-lain itu (sosiologi) menjadi nama permanen dari ilmu
baru. Pertanyaan 'apa yang sosiologi' memang, sebuah pertanyaan sehubungan
dengan definisi sosiologi. Tidak ada mahasiswa berhak dapat diharapkan untuk
memasuki bidang studi yang sama sekali tidak terdefinisi atau tak terbatas.
Pada saat yang sama, itu bukan tugas yang mudah untuk mengatur beberapa batasan
tetap untuk bidang studi. Memang benar dalam kasus sosiologi. Oleh karena itu
sulit untuk memberikan definisi singkat dan komprehensif sosiologi. Sosiologi
telah didefinisikan dalam beberapa cara oleh sosiolog berbeda. Tidak ada
definisi tunggal yang belum diterima sebagai benar-benar memuaskan. Bahkan, ada
banyak definisi sosiologi karena ada sosiolog. Untuk tujuan kita studi beberapa
definisi dapat disebut di sini.
1.
Auguste
Comete, bapak pendiri sosiologi, mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu dari
fenomena sosial "tunduk pada hukum alam dan seragam, penemuan yang
merupakan obyek penyelidikan".
2.
Kingsley Davis mengatakan bahwa "Sosiologi adalah
ilmu umum masyarakat".
3.
Harry
M. Johnson berpendapat bahwa "sosiologi adalah ilmu yang berhubungan
dengankelompok sosial".
4.
Emile
Durkheim: "Ilmu lembaga sosial".
5.
Park
menganggap sosiologi sebagai "ilmu tentang perilaku kolektif".
6.
Kecil
mendefinisikan sosiologi sebagai "ilmu hubungan sosial".
7.
Marsekal
Jones mendefinisikan sosiologi sebagai "studi
manusia-dalam-hubungan-ke-manusia".
8.
Ogburn
dan Nimkoff: "Sosiologi adalah studi ilmiah kehidupan sosial".
9.
Franklin
Henry Giddings mendefinisikan sosiologi sebagai "ilmu fenomena
sosial".
10.
Henry
Fairchild: "Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan
lingkunganmanusia dalam hubungan mereka satu sama lain".
11.
Max
Weber mendefinisikan sosiologi sebagai "ilmu yang mencoba
pemahamaninterpretatif aksi sosial dalam rangka sehingga untuk sampai pada
penjelasan yang santai dantentu saja efek".
12.
Alex
Inkeles mengatakan, "Sosiologi adalah studi tentang sistem tindakan sosial
danhubungan antar-mereka".
13.
Kimball
Young dan Raymond W. Mack mengatakan, "Sosiologi adalah studi
ilmiahtentang aspek-aspek sosial dari kehidupan manusia".
14. Morris Ginsberg: dari berbagai
definisi sosiologi yang diberikan oleh Morris Ginsbergtampaknya lebih memuaskan
dan komprehensif. Dia mendefinisikan sosiologi dengan cara berikut:
"Dalam arti luas, sosiologi adalah studi tentang interaksi manusia dan
antar-hubungan, kondisi mereka dan
konsekuensinya". http://pringtutul-kalisabuk.blogspot.com/p/filsafat-sosiologi-perubahan-sosial.html,
tanggal akses 3 November 2012 , pukul 10.30 WIB
Pemeriksaan yang seksama dari berbagai definisi yang dikutip
di atas, membuat jelas bahwa sosiolog berbeda dalam
pendapat mereka tentang definisi sosiologi. Berbeda pandangan mereka tentang
definisi sosiologi hanya mengungkapkan
pendekatan yang berbeda mereka untuk mempelajari nya. Namun, ide umum yang mendasari
semua definisi yang disebutkan diatas
adalah bahwa sosiologi berkaitan
dengan manusia, hubungan sosial dan masyarakatnya.
C. TEOLOGI
Teologi bahasa Yunani theos, "Allah, Tuhan", dan logia,
"kata-kata," "ucapan," atau "wacana" adalah wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan, "Teologi dan agama-agama lain
di luar agama Kristen"). Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan
dengan keyakinan beragama. http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi, tanggal akses 3 November
2012
Teologi dari
segi etimologi berasal dari bahsa yunani yaitu theologia. Yang terdiri
dari kata theos yang berarti tuhan atau dewa, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga
teologi adalah pengetahuan ketuhanan . menurut William L. Resse, Teologi
berasal dari bahasa Inggris yaitutheology yang artinya discourse or
reason concerning god (diskursus atau pemikiran tentang tuhan) dengan
kata-kata ini Reese lebih jauh mengatakan, “teologi merupakan disiplin ilmu
yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu
pengetahuan. Gove mengatkan bahwa teologi merupakan penjelasan tentang
keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional (Abdur Razak dan
Rosihan Anwar 2006:14)
Sedangkan
menurut Fergilius Ferm “the discipline which consern God (or yhe divine
Reality)and God relation to the word (pemikiran sistematis yang
berhubungan dengan alam semesta). Dalam ensiklopedia everyman’s di sebutkan
tentang teologi sebagai science of religion, dealing therefore with god,
and man his relation to god (pengetahuan tentang agama, yang karenanya
membicarakan tentang tuhan dan manusia dalam pertaliannya dengan tuhan).
Disebutkan dalam New English Dictionary, susunan Collins,the science
treats of the facts and phenomena of religion and the relation between
God and men(ilmu yang membahs fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan
hubungan-hubungan antara tuhan dan manusia (Hanafi 2003:1)
Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Para teolog berupaya menggunakan
analisis dan argumen-argumen rasional untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajar dalam salah
satu bidang dari topik-topik
agama. Teologi
memampukan seseorang untuk lebih memahami tradisi keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan lainnya,
menolong membuat perbandingan antara berbagai tradisi, melestarikan,
memperbaharui suatu tradisi tertentu, menolong penyebaran suatu tradisi,
menerapkan sumber-sumber dari suatu tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan
masa kini, atau untuk berbagai alasan lainnya.
Kata 'teologi' berasal dari bahasa Yunani koine, tetapi lambat laun memeroleh makna yang baru
ketika kata itu diambil dalam bentuk Yunani maupun Latinnya oleh para penulis Kristen. Karena itu, penggunaan kata ini, khususnya di Barat,
mempunyai latar belakang Kristen. Namun, pada masa kini istilah tersebut dapat
digunakan untuk wacana yang berdasarkan nalar di lingkungan ataupun tentang
berbagai agama. Di lingkungan agama Kristen sendiri, disiplin 'teologi'
melahirkan banyak sekali sub-divisinya.
Dalam gereja Kristen, teologi mula-mula hanya membahas ajaran mengenai Allah, kemudian artinya menjadi lebih
luas, yaitu membahas keseluruhan ajaran dan praktik
Kristen. Dalam
upaya merumuskan apa itu ilmu teologi, maka ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan,
yaitu tidak akan ada teologi Kristen tanpa keyakinan bahwa Allah bertindak atau berfirman secara
khusus dalam Yesus Kristus yang menggenapi perjanjian dengan umat Israel. http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi, tanggal akses 3 November 2012
Secara
termonilogis, ada beberapa pengertian teologi. Rozak (2005: 18) menyebutkan, Pertama,
adalah interpretasi keyakinan, aktivitas, dan pengalaman agama secara rasional.
Kedua, teologi berarti kajian tentang Tuhan dan hubungannya dengan
manusia dan alam semesta. Di sini diuraikan argumentasi tentang eksistensi
Tuhan, kehebatan (divine), kebiasaan, sifat, aktivitas dan pemeliharaan
Tuhan. Ketiga, teologi adalah pemeriksaan secara teliti dan secara
historis tentang keyakinan beragama. Keempat, suatu interpretasi
keyakinan beragama dalam hubungannya dengan pemikiran dan kehidupan
kontemporer. Kelima, suatu penyelidikan bahwa di sana terdapat suatu
permintaan supaya mengusahakan interpretasi beberapa materi dan akhir perhatian
secara lebih memadai.
Teologi juga dapat
dipahami sebagai agama sebagaimana Sofyan Sauri 2012:12 mengemukakan bahwa
agama dalam arti luas merupakan suatu penerimaan terhadap aturan-aturan dari
suatu kekuatan yang lebih tinggi, dengan jalan melakukan hubungan yang harmonis
dengan realitas yang lebih agung dari dirinya sendiri, yang memerintahkan untuk
mengadakan kebaktian, pengabdian, dan pelayanan yang setia. Yang kemudian lebih
lanjut menyebutkan bahwa agama menurut syara diartikan sebagai undang-undang
Allah swt yang disampaikan kepada Nabi atau Rosulnya dengan perantara wahyu
(malaikat jibril) untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia, baik pribadi,
keluarga, masyarakat dan lingkungannya agar selamat dunia dan akhirat.
D. ANTROPOLOGI
Anthropologi berasal dari kata
Yunani anthropos yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos
yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar",
"berakal"). Anthropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial.
Anthropologi memiliki dua sisi
holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi
kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan
anthropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada
perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak
diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode anthropologi sekarang
seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal.
Pengetahuan antropologi tidak hanya
berbeda dari pengetahuan folk
melainkan juga antropologi perbeda dari psikologi, sosiologi, teologi dan
sumber-sumber pengetahuan lain yang kurang lebih sistematik, mengenai kondisi
manusia (Achmad, 2006 :13). Antropologi adalah suatu perspektif ilmiah yang
diperoleh dari sifat komprehensip pendekatannya, antropologi mencakup ciri-ciri
ilmu fisika, ilmu-ilmu sosial, dan humanitas sejaligus. Antropologi membawa
pandangan integratif, penyatuan, dan membahas kondisi manusia.
Antropologi secara tradisional
kerap kali diasosiasikan dengan antropologi ekologi atau antropologi
materealis, terutama karena antropologi ekologi membuat klaim yang paling
konsisten dan eksplisit atas pendekatan ilmiah. Ilmu antropologi sebagai suatu
ilmu yang mempelajari makhluk anthropos
atau manusia, merupakan suatu intergrasi dari beberapa ilmu yang masing-masing
mempelajari sutu komplex masalah-masalah khusus mengenai makhluk manusia,
proses intgrasi merupakan suatu proses perkembangan yang panjang dan
berlangsung terus sampai sekarang. (Koentjaranimgrat, 1980 : 1-2).
Definisi Anthropologi menurut para ahli
1.
William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia,
berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya
serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
2.
David Hunter: anthropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang
tidak terbatas tentang umat manusia.
3.
Koentjaraningrat: Anthropologi adalah ilmu yang
mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi-definisi tersebut,
dapat disusun pengertian sederhana anthropologi, yaitu sebuah ilmu yang
mempelajari tentang segala aspek dari manusia, yang terdiri dari aspek fisik
dan nonfisik berupa warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, kebudayaan, aspek
politik, dan berbagai pengetahuan tentang corak kehidupan lainnya yang
bermanfaat.
Secara garis besar antropologi
antropologi memiliki cabang-cabang ilmu yang terdiri dari:
A. Anthropologi Fisik
1. Paleoantropologi adalah ilmu yang
mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil-fosil.
2. Somatologi adalah ilmu yang
mempelajari keberagaman ras manusia dengan mengamati ciri-ciri fisik.
B. Anthropologi Sosial dan Budaya
1.
Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah
penyebaran dan perkembangan semua kebudayaan manusia di bumi sebelum manusia
mengenal tulisan.
2.
Etnolinguistik antropologi adalah ilmu yang mempelajari
pelukisan tentang ciri dan tata bahasa dan beratus-ratus bahasa suku-suku
bangsa yang ada di dunia / bumi.
3.
Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan
manusia di dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia.
4.
Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian
bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat
dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi.
C. Arkeologi
Ahli Arkeologi bekerja
mencari benda-benda peninggalan manusia dari masa lampau. Mereka akhirnya
banyak melakukan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau
senjata. Benda –benda ini
adalah barang tambang mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti-bukti yang
mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk kembali model-model
kehidupan pada masa lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang
direnkonstruksi tersebut dapat dibuat dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang
sisa-sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana mereka datang ketempat itu atau
bahkan dengan siapa saja mereka itu dulu berinteraksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar